Pada awalnya tulisan ini hendak menyoroti fenomena UMKM di
Indonesia. Namun akhirnya kami kaitkan dengan situasi ekonomi akhir-akhir ini
jadi kami tulis dengan mengorkestrasikan banyak hal. Bahwa situasi ekonomi
Indonesia akhir-akhir ini yang semakin sulit tidak bisa dibohongi.
Hal ini dimulai dari orientasi ekonomi negara kita yang
fokus pada inftrastruktur atau pembangunan fisik semata. Pembangunan jalan,
pabrik, dan industri yang gencar-gencaran sangat bisa dirasakan oleh kita.
Sebenarnya membangun infrastruktur boleh-boleh saja. Misalnya membangun
jalan-jalan sebagai akses utama masyarakat. Begitu juga pembangunan sektor
industri. Tetapi itu semua perlu perencanaan yang baik. Bagaimana kondisi APBN
kita? Siapkah masyarakat kita?
Kita bisa lihat salah satu contoh kemerosotan ekonomi adalah
sektor properti. Banyak gedung-gedung besar di kota seperti Jakarta tidak
Sementara menurut BI selama ini sektor properti ini menjadi salah satu
pendorong perekonomian nasional. Lantas bagaimana jika properti mengalami
perlambatan?
Begitu juga pembangunan infrastruktur yang dipaksakan akan
menemukan kendala pada pendanaan. Ada dua cara untuk menanggulanginya. Satu,
hutang luar negeri. Dua, pajak progresif. Kedua-duanya tengah menjadi sorotan.
Jika pemerintah sering membuka investasi, hutang luar negeri secara
besar-besaran itu bukti bahwa negara kita tengah berupaya menyeimbangkan
prioritas infrastruktur dengan finansial. Begitu juga pajak. Beberapa bulan
lalu tarif listrik naik yang memicu banyak penolakan. Konon UMKM sedang
diseleksi pemerintah untuk pengetatan pajak.
Bagaimana dengan Sektor UMKM?
Saat ini situasi ini belum begitu menggoyang UMKM. Namun, bagi
masyarakat sendiri situasi ini memang berpotensi mengkhawatirkan. Terutama soal
pajak karena itu akan menghambat. Tetapi mereka tetap pandai menyiasati situasi
ini.
Perlu diberi catatan bahwa ekonomi UMKM menjadi penolong
ketika krisis global di tahun 2008. Sektor domestik di mana hal itu digawangi
oleh pada pedagang di pasar, perajin di daerah-daerah, pelaku bisnis kuliner
skala kecil. Meminjam istilah Bung Karno: sahabat-sahabat tukang becak, tukang
sayur. Sektor ini tidak memiliki ketergantungan pada pembangunan berskala
nasional.
Salah satunya adalah para perajin gerobak angkringan. Mereka
memiliki cara dan strategi yang cukup baik untuk jual gerobak angkringan hasil
produksi mereka. Sama seperti UMKM lainnya, modal yang mereka keluarkan pada
dasarnya tidak terlalu banyak.
Strategi yang mereka tempuh juga bisa dibilang bagus. Mereka
tak mengandalkan bantuan dari pemerintah khususnya promosi. Saat ini mereka
bisa memproduksi dan memasarkan secara mandiri. Dengan bantuan media online
mereka bisa memasarkan ke manapun. Baik website, blog atau media sosial yang
mereka gunakan bisa membantu secara optimal. Bahkan dari situ bisa
mengembangkan bisnis gerobak lain seperti gerobak usaha bakso, mie ayam, dll. Banyak
contoh lain yang tak bisa disebutkan satu persatu. Intinya bahwa masyarakat
kita tak mengandalkan seutuhnya peran dan bantuan manapun.
Situasi ini sudah berlangsung cukup lama dan menjadi
paradoks yang belum terselesaikan. Dari pemilu ke pemilu janji-janji
memperbaiki UMKM menggelembung tetapi realisasinya sulit dicapai. Dalam program
nawacita ada point menarik yang bisa kita jadikan pijakan UMKM. Yakni point ke
tujuh: mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor
strategis ekonomi domestik.
Karena itu, melalui artikel kecil ini kami ingin memberi
pesan singkat bahwa ekonomi kecil harus diberi kepercayaan. Tidak saja sekadar
kepercayaan tetapi juga dilindungi. Petani, pedagang, perajin, buruh dan lain
sebagainya harus dijamin dari sisi hukumnya. Mereka selama ini terbukti menjadi
penolong di saat krisis negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar